Olahan Produk Pertanian, Peluang Besar Sejahterakan Petani
By Admin
nusakini.com - Jakarta,- Dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi, mengatakan dimasa pandemi Covid-19 pertanian memiliki tantangan dan peluang tersendiri. Saat ini, produk olahan dari komoditi pertanian punya peluang besar dipasaran dan hal ini sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
"Proses dan nilai tambah itu harus dikedepankan. Selama ini kita selalu berorientasi seolah-olah produk pertanian kita hanya dikonsumsi segar, padahal pasar yang lebih besar yang bisa membawa kesejahteraan kepada petani justru adalah kalau diolah atau diproses,"katanya dalam dalam Dialog Agribisnis Seri #1: Tantangan dan Peluang Agribisnis di Era New Normal, Kamis (11/6).
Pada dialog ini, sosok yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pertanian ini mengatakan, bahwa agribisnis konteksnya bukan hanya sekedar pangan sebagaimana yang sering dibicarakan. Sekarang agribisnis itu juga kesempatan kerja, juga daya beli, juga pembangunan desa serta nilai tambah, bahkan sebagian produk pertanian masih ekspor.
"Pertemuan ini menjelaskan betapa pentingnya pertanian. Bukan hanya sekedar pangan, tapi juga kesempatan kerja, daya beli, pembangunan desa serta nilai tambah, bahkan sebagian produk pertanian masih ekspor. Ekspor kita walaupun menurun tapi masih ada," terang Bayu.
Pendekatan sistem agribisnis memiliki keterkaitan dengan hulu - hilir, yang sangat penting sekaligus menentukan seluruh kegiatan pertanian. Jadi sistem agribisnis tentang hulu - hilir itu adalah sesuatu yang mutlak bagi keberlangsungan pertanian dan agribisnis sendiri.
"Kita tidak bisa lagi berfikir hanya di onfarmnya saja, atau tidak bisa hanya hulu. harus juga hilir begitu sebaliknya,"ucap Bayu.
Kata kunci dalam agribisnis adalah teknologi, dimana memanfaatkan teknologi dan sinergi sektor, kerjasama multi sektor hulu -hilir bisa meningkatkan daya saing, dan keunggulan jadi bisa turut membangun keunggulan berdasarkan kerjasama diantara sektor.
"Teori, strategi dan regulasi semua sudah ada, dan sudah lengkap yang belum adalah, peran semua pelaku secara bersama. Bukan hanya pemerintah tapi juga petani,"
Menurut Bayu, Pengusaha dan semua pihak lainnya seperti asosiasi, tenaga research, sinergi desa dengan kota , dan BUMN. Semua harus bekerja sama, karena kini bukan zamannya bekerja sendiri sendiri.
Di kesempatan yang sama, Mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan, perlu diterapkannya model bisnis (business model), dalam upaya memajukan pertanian tanah air, termasuk kesejahteraan petani.
"Kita perlu melihat business model untuk pertanian. Pertanian tidak bisa tidak dalam skala usaha mesti ada ekonomi upskillnya," kata Eko.
Selain itu, Ia menyebutkan perlu dibentuknya cluster pertanian dalam skala besar dan harus memberikan kesempatan kepada petani atau masyarakat desa untuk memiliki, baik melalui koperasi atau BUMDes dengan saham yang sizeable.
"Ini terbukti sukses di kelapa sawit. Industri kelapa sawit kita, karena bisnis modelnya ekonomi upskilling, Indonesia menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Cuma sayangnya di kelapa sawit ini kesempatan kepada masyarakat untuk ikut memiliki kecil sekali,"tuturnya.
Menurutnya pemerintah perlu membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertanian agar dapat terkoordinir dengan baik, serta tidak menyerahkannya kepada swasta. Sebab, menurut Eko, swasta memiliki kecenderungan untuk mendapatkan keuntungan, sehingga kesempatan kepemilikan untuk masyarakat akan kecil.
"Kami menyarankan agar pemerintah membentuk BUMN di sektor pertanian yang mengkoordinir pertanian, atau cluster pertanian dalam skala besar namun memberikan share yang cukup mumpuni," terangnya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP), Agung Hendriadi, menuturkan beberapa tantangan pertanian yang dihadapi saat ini antara lain gangguan suplai pangan, penurunan permintaan produk pertanian, ancaman krisis pangan hingga restriksi ekspor pangan global.
Agung menambahkan selama pandemi, pola makan masyarakat berubah. Jika sebelumnya asal makan, kini masyarakat lebih memilih makanan bergizi dengan harapan badan tetap sehat. Namun produksi pangan yang ada, saat ini tidak bisa mengikuti permintaan sedikit terganggu.
“Ketahanan pangan kita terganggu produksi mau gak mau produksi pasti terganggu daya beli mengalami penurunan,”tambahnya.
Di sisi lain, distribusi pangan juga terganggu. Mengingat sebagian daerah di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Untuk itu ada beberapa kebijakan dan program di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengatasinya antara lain meningkatkan produktivitas pangan pokok.
"Serta memperlancar distribusi pangan, mempermudah akses transportasi, menjaga stabilisasi harga hingga mengembangkan buffer stock dan operasi pasar,” tutupnya. (pr/eg)